Wednesday, May 6, 2020

Berlatih Untuk Tidak Mudah Panic


Olah Raga Selam Scuba adalah olah raga keren. Alasan pertama adalah jarang2 orang menggeluti olah raga ini, so feel exclusive....alasan berikutnya adalah faktor resiko yang cukup tinggi, sehingga hanya orang2 yang punya bekal nyali cukup saja yang mampu melakukannya. Kenapa jarang orang melakukannya adalah karena olahraga ini termasuk jenis yang mahal, Dive gear (peralatan selam) –nya mahal, tidak mudah untuk mencapai dive spot, karena hanya dilokasi2 tertentu saja yang bisa diselami, sebagai contoh untuk orang Jawa Timur seperti saya, dive spot terdekat adalah pesisir utara pulau Bali, mulai dari pulau Menjangan, Pemuteran, sampai ujung timur pulau Dewata yaitu Tulamben, perlu ongkos transport, akomodasi hotel, dive guide, bisa dibayangkan biayanya cukup besar. Resiko Scuba Diving (Selam Laut) hampir sama dengan Sky Diving (Terjun Payung), jika terjadi problem dengan parasut maka penerjun akan jatuh kebawah dan celaka, sedangkan pada aktifitas Scuba Diving jika Dive Gear-nya bermasalah, maka kebanyakan orang yang panic akan secepat mungkin berusaha naik keatas untuk mendapatkan oksigen, maka fatal akibatnya karena terjadi dekompresi akibat perubahan tekanan udara pada pembuluh darah yang begitu drastis. Sedikit menjelaskan bahwa volume gas berbanding terbalik dengan tekanan udara, dan perbedaan tekanan udara 1 atm menyebabkan perbedaan volume gas  dua kali lipat. Secara sederhana, Jika terjun payung celaka dibawah, maka menyelam celaka diatas.

Tahun 2014, saya mulai kenal Scuba Diving dari beberapa temen kantor yang punya minat sama. Kami mulai belajar diving melalui Lembaga Sertifikasi Selam CMAS, dan akhirnya berlanjut ke PADI. Proses belajar “slulup” ini ribet banget, mulai dari latihan di kolam renang loncat Indah sampai bisa melayang seperti ikan “bouyancy”, belajar teori di kelas terutama tentang safety, sampai terjun di laut bebas, ini menandakan bahwa olah raga ini memang beresiko tinggi, sehingga untuk itu perlu sertifikasi sampai dinyatakan laik “slulup”. Saat itu yang terlintas di kepala saya mungkin hanya untuk gaya2an, karena yang banyak menggeluti olah raga ini adalah para Bule. Perlu diketahui juga, kenapa banyak bule yang melakukan aktifitas diving di Indonesia, yang pertama adalah di daerah mereka “sub tropis”, suhu air lautnya dingin sekali sehingga kurang cocok untuk melakukan aktifitas scuba diving, tidak seperti di daerah tropis seperti Indonesia yang suhunya hangat, dan yang kedua adalah mata uang mereka jauh lebih kuat dibanding rupiah, sehingga Scuba Diving yang bagi saya sangat mahal, tidak bagi mereka. Wal-hasil Indonesia adalah surga diving bagi para bule, sementara kita sebagai tuan rumah malah tidak mamapu menikmatinya, dan untuk tidak kalah sama bule itulah
salah satu alasan saya “nggleleng”.

2 bait diatas sebenarnya tidaklah penting, karena yang ingin saya sampaikan adalah bagaimana melatih diri as a human being agar tidak mudah panic dalam menghadapi situasi yang mendesak. Pada awal belajar selam, yang ketemu hanya happy aja, punya pengalaman baru, ada sensasi yang berbeda menyelam dibawah laut, masuk di kapal karam (wreck diving), menari-nari ditengah ribuan ikan dikedalaman laut, juga ketemu langsung dengan ‘Nemo”, menyelam malam hari, dan masih banyak sensasi hebat yang saya rasakan, disamping happy semua itu juga membuat diri “nggleleng”. Semakin kesini ternyata ada dampak significant dari pengalaman menyelam tersebut yang sangat berarti dalam kehidupan sehari-hari, yaitu saya tidak mudah panic, dalam kondisi terdesak saya selalu dapat mengaktifkan rasio/akal lebih optimal sebelum mengambil aksi. Pernah saat menyeberang Ketapang-Gilimanuk, arus laut berubah tiba2 sehingga kapal feri yang kami tumpangi sekeluarga oleng luar biasa dan terapung-apung ditengah selat Bali selama 2 jam lebih tidak bisa sandar, berkali-kali takbir terdengar jelas diteriakkan sebagian besar penumpang yang menambah situasi semakin mencekam, bisa dibayangkan kepanikan yang melanda mereka, alhamdulillah saya tetap bisa merasa tenang, karena kepala saya seketika melakukan kalkulasi atas segala kemungkinan yang terjadi, alhamdulillah akhirnya kapal yang kami tumpangi selamat berlabuh di Gilimanuk. Juga saat kondisi pandemi corona sekarang ini, sejak awal tidak pernah terlintas dikepala saya untuk memborong masker atau handsanitizer, bahkan menumpuk stock bahan pangan, karena sekali lagi kepala ini sudah terlatih untuk berpikir rasional dan tidak egois.

Saya juga sering melakukan kegiatan bersepeda offroad sendirian di tengah hutan karet yang jarang ketemu orang, dan sering pula kesasar jalan, namun selalu saja ada solusi atas “mis direction” tersebut, karena I have been ready with GPS on hand. Kesimpulan saya, pengalaman untuk mengambil resiko lebih, akan melatih kita untuk lebih siap dalam menghadapi situasi yang mendesak, khususnya dalam melakukan kalkulasi atas segala kemungkinan response yang dapat diambil. Tidak harus menyelam ditengah laut, tidak harus melakukan terjun payung, tidak juga bersepeda di tengah hutan sendirian, masih banyak aktifitas yang pas untuk diri kita masing2 yang dapat melatih kesiapan response kita terhadap situasi yang membuat kita terdesak. Jangan takut untuk sedikit mengambil resiko, karena in the next future akan berguna. Resiko yang saya maksudkan bukan resiko bisnis, karena I’m not an expert on that area.

0 comments:

Post a Comment

resep donat empuk ala dunkin donut resep kue cubit coklat enak dan sederhana resep donat kentang empuk lembut dan enak resep es krim goreng coklat kriuk mudah dan sederhana resep es krim coklat lembut resep bolu karamel panggang sarang semut