Masih daerah seputaran Batu, juga
masih di Kecamatan Bumiaji yang kami explore, kali ini BRAKSENG yang menjadi
target kami untuk dijelajahi. Brakseng terletak di desa Sumber Brantas, pintu
masuknya dari jalan utama jalur Batu – Pacet kurang lebih berjarak 2 Km dari
Cangar Hot Spring, jika dari Batu adalah sebelum Area Wisata Sumber Air Panas
Cangar. Brakseng adalah areal pertanian yang berada pada ketinggian kurang
lebih 1.850 mdpl, berjarak kurang lebih 35 Km dari Malang. Seperti areal
pertanian pada umumnya, hamparan hijau tanaman sayur mayur yang di Brakseng
didominasi oleh wortel dan kentang, tertata rapi berlajur-lajur, di hamparan
yang sangat luas dengan kontur naik turun yang terpisah oleh petak-petak,
sangat elok dipandang mata, belum lagi ditambah bonus pepohonan cemara yang
berjajar disepanjang jalan dan background Gunung Arjuno disebelah timur, wooo
semakin menambah eksotis panoramanya, “Tourism
Worth Selling of Batu”. Keindahan Brakseng memang tak terlukiskan dengan
kata, tapi saya masih penasaran dengan asal kata BRAK-SENG, sudah googling
namun tetap tidak menemukan asal kata nama BRAKSENG, dan kalau saya reka-reka
sendiri, mungkin berasal dari banyaknya saung di tengah kebun untuk berteduh
dan beristirahat para petani yang terbuat dari Seng gelombang, dari situlah
mungkin munculnya nama“BRAK-SENG”.
Blakrak-an kali ini untuk mencari
jalur MTB off-road dari Brakseng – Pura Luhur Giri Arjuna – G. Pucung – Bukit
Jengkoang – OutBound Dusun Sahabat Alam di Karangploso. Explorasi dimulai dari
Gapura masuk Brakseng pada 22 Pebruari 2020, pukul 08.20, belum genap 500 meter
gowes, kami berlima sudah dipaksa harus menaklukkan tanjakan langit sepanjang
700 meter, sebelum mendapati pemandangan indah, alih-alih menaklukkan malahan
kita yang ditaklukkan oleh slope gila jalan paving, tak ayal berempat kami
kompak menuntun sepeda, sementara satu orang pak Dempal berhasil sampai diatas
tanpa menjejakkan kaki di tanah. Dan dari sinilah dimulainya “Recreation Cycling”,
sepanjang 2 km gowes kita disuguhi landscape yang sangat mempesona.
Setelah kami jumpai perkampungan
di sekitar jalan klena, kami belok kiri kearah timur, mencari jalur off-road
menuju Pura Luhur Giri Arjuna. Sepanjang kurang lebih 2 km jalan setapak yang
kami lalui masih sangat nyaman untuk gowes, disebelah kanan kami nampak
perumahan di kota Batu seperti noktah-noktah yang berserakan. Selanjutnya kami
mencoba mengambil alternatif jalur terpendek menurut perkiraan kami, namun
malang tak dapat ditolak, jalur sepanjang 1.5 Km yang kami pilih ternyata sudah
jarang dilalui orang, semak belukar bertangkung kiri-kanan yang memaksa kami
harus membukanya agar bisa dilalui. Sepanjang jalur ini kami menyisir tepian
jurang yang lumayan dalam, dan terpaksa harus menuntun sepeda sepanjang rute
ini, karena selain semak belukar juga konturnya yang mendaki. Banyak waktu
terbuang di jalur ini, dan kami harus membelanjakan hampir 2 jam untuk menempuh
jarak yang hanya 1.5 Km. Setelah lolos dari jebakan ngarai sepanjang 1.5 Km
tersebut, kami kembali disuguhi oleh pemandangan yang sangat indah, dari puncak
bukit kami berdiri, dapat melihat lahan pertanian terhampar luas dibawah kami,
dan sejauh mata memandang diantara dua bukit kecil, nampak kota Batu dari
kejauhan. Setelah beristirahat sejenak, kami lanjutkan perjalanan menuju Pura
Luhur Giri Arjuna. Kami melakukan kesalahan untuk kedua kali, alih-alih ingin
potong kompas, malah dihadapkan pada jalan buntu. Ingin putar balik sudah terlalu
jauh, maka kami putuskan untuk jalan terus, “the show must go on”, terpaksa
kami harus menuruni bukit yang terjal, dengan cara lempar sepeda kebawah
kemudian diikuti pengendaranya merosot ke bawah, dan yang begini harus
dilakukan lebih dari 5x...ampyuuun dach, dan untungnya tak ada keluhan dari
satupun anggota team, semuanya bisa menikmati petualangan ini dengan bahagia.
Akhirnya sampailah kami di Pura Luhur Giri Arjuna, suasananya seperti berada di
Bali, karena saat itu ada acara sembahyangan agung, bahkan beberapa diantaranya
ada yang datang dari Bali.
Etape berikutnya adalah menuju
Gunung Pucung – Bukit Jengkoang. Masih jalan off-road yang kami lalui, di
tengah2 areal pertanian sayur, kami terus turun ke selatan, sampai di asphalt
Jl. Raya Sumbergondo, belok kiri ambil jalan off-road lagi, ketemu jembatan
bambu di tengah2 hutan bambu petung, kemudian dilanjut gowes menanjak sampai
ketemu jalan makadam. Menurut referensi google map, jalur yang kami pilih ini
sudah benar, namun karena waktu sudah menunjukkan pukul 16.05, maka saya
putuskan untuk tidak mengambil arah ke Gunung Pucung, melainkan arah pulang via
bukit Teletubbies. Dan sampai di depan pagar rumah (Kelurahan Tulusrejo Malang),
kumandang Tarhim dari masjid dekat rumah sudah terdengar dengan nyaring.
Gowes blakrak-an kali ini boleh
dikata gagal, dalam hal target menemukan Rute Gowes, tapi tidak untuk urusan
refreshing. Insyaa Allah upaya menemukan rute tersebut akan kami ulangi suatu
saat nanti. Sampai Karangploso, total jarak tempuh yang kami lakukan 34 Km,
elevasi tertinggi adalah 1.896 mdpl di puncak Brakseng, tingkat kelelahan cukup
tinggi, mengingat dari record data Amazfit saya everage heart rate terukur 124
bpm dan total kalory burned 4.658. Demikian sobat gowes sharing dari pakWe kali
ini, semoga dapat menambah wawasan tentang gowes dari sudut pandang yang sebelumnya belum pernah terbayangkan. Jika tertarik untuk
mengetahui lebih detail jangan segan kontak saya. Terima kasih sahabat
blakrak-an yang menemani saya kali ini,
mas Boiy, pak Dempal, pak Hariyadi, mas Insan, jangan kapok, kita masih akan
lanjut edisi blakrak-an berikutnya.
Akhirnya Salam 2rodaMTB.
Nggak ada jalur yg gak bisa dilalui oleh sepeda.....
ReplyDeleteHaha....mantaff...