It’s a simple words, means alots. Kalimat penyemangat, yang dapat menginspirasi, santapan qolbu, datangnya bisa dari mana saja, dari tukang sayur sampai orang besar, dari obrolan warung kopi sampai seminar di hotel bintang, dari yang paling sederhana sampai teori management yang paling rumit.
Orang biasa kayak kita ini, ehh…maaf, maksudku kayak saya ini, perlu referensi atau panutan, karena belum mampu menelorkan teori atau menginspirasi orang lain. Referensi itu bisa berupa nasihat, suatu hal yang bisa menginspirasi kita, sehingga mampu men-triger kita untuk melakukan hal-hal yang baik, dan bahkan cenderung kreatif dan produktif. Seperti halnya minggu lalu, di televisi ada obrolan BOB Sadino, yang temanya mungkin sangat remeh, namun dibaliknya ada pelajaran yang bagi orang biasa kayak saya ini menjadi suatu energy daya dorong terhadap pikir dan asa.
Banyak orang terbelenggu daya pikirnya, hilang daya khayalnya, dikarenakan oleh diri mereka sendiri. Seorang piyayi atau kawula ningrat, tentunya akan sangat berat kalau harus bepergian naik becak, meskipun secara material dia tidak mampu, dia lebih memilih naik taksi, meskipun mungkin ongkos taksinya akan menyita biaya belanja satu hari. Seorang sarjana, hampir pasti malu jika menjalani profesi loper koran, meskipun dia pada saat itu menyandang gelar “pengangguran”. Banyak orang menghargai diri mereka terlalu tinggi, sehingga menganggap banyak hal produktif yang dapat dilakukan hanya pantas dilakukan oleh orang tertentu dan bukan oleh mereka, akhirnya hanya “Nol Besar” yang mereka peroleh. Mereka tidak sadar bahwa untuk menjadi “BISA” diperlukan belajar, dan belajar bisa dimulai dari “MENCOBA”, mencoba hal-hal kecil, mencoba hal-hal yang dilakukan oleh orang-orang yang berada “di bawah strata mereka”.
Di dalam kehidupan ini tidak ada “kesuksesan yang terus menerus”, kita harus yakin dengan teori ini, dan sebaliknya juga berlaku bahwa tidak ada dalam kehidupan ini, “kegagalan yang terus menerus”, pasti ada selang-selingnya, diantara sukses ada gagal, dan sebaliknya diantara gagal pasti ada sukses. Maka kita harus yakin dengan kegagalan kita, gagal adalah a step among the long journey, yang bisa terjadi di depan, di belakang, maupun ditengah, dan most of them, happen in the beginning. Terkadang terbersit dalam pikir kebanyakan orang, bahwa seseorang kaya karena beruntung dilahirkan dari bapak yang kaya, bahwa seseorang menjadi berkuasa karena beruntung merupakan anak raja, dan seterusnya dan seterusnya. Apabila kita berpikir dengan logika begini, maka sama halnya dengan kita mengatakan “Tuhan Maha Tidak Adil”, menjadikan sekelompok tertentu menjadi kaya, pandai, bekuasa, sementara sebagian yang lain menjadi miskin, bodoh dan tertindas. Padahal dalam do’a kita senantiasa mengatakan Tuhan Maha Adil, pengingkaran macam apa ini?.
Semua yang terjadi di dunia ini hanyalah obyek atau akibat, sedangkan subyeknya apa?, ya kita-kita inilah subyek atas segala sesuatu yang terjadi, ndhak ada yang namanya ”take it for granted”, semua ada biayanya, yakni ikhtiar kita. Kita perlu leveraging dalam berusaha, daya ungkit itu perlu kala kita gagal, agar semangat kita yang mulai redup kala kegagalan menghampiri dapat menyala kembali. Sekali lagi, sebelum sampai pada puncak keberhasilan, gunung kegagalan harus didaki terlebih dahulu, nah disinilah leveraging itu, bisa dari mana saja sumbernya, namun yang pasti, maknanya adalah, bagaimana kita benar-benar menyadari keberadaan ”Gunung Kegagalan” itu, sehingga kala menjumpainya, dengan cueknya terus kita daki untuk sampai pada puncak keberhasilan.
Satu lagi yang perlu kita maknai adalah, semakin besar kita berharap atau semakin besar yang kita harap, maka semakin besar pula kekecewaan kala harapan tak tergapai, agar kita tidak kecewa maka jangan berharap. He3x...setuju nggak?, perlu perenungan yang dalam. Diatas kita sudah yakin, bahwa semuanya adalah akibat, maka mengalir sajalah segala sesuatunya. Jangan jadikan harapanmu menjadi dewa yang kau puja, namun jadikanlah rencanamu menjadi haluan untuk mencapai keberhasilan. Lebih-lebih, jangan pernah menjadikan sukses sebagai tolok ukur keberhasilan, karena sukses tidak pernah terdefinisikan secara sama.
So, kerjakan selagi sempat, karena sebentar lagi kamu akan sibuk; kerjakan selagi mampu, karena sebentar lagi kamu tidak kuat lagi; kerjakan selagi ada, karena sebentar lagi kamu tidak punya. Semoga Tuhan meridhoi ikhitiar kita, dan semoga Tuhan memudahkan segala urusan kita...Amin
Surabaya, 28 September 2010
0 comments:
Post a Comment