Banyaknya pegunungan dan aliran sungai di wilayah malang
raya, sebelah timur di wilayah Tumpang Area, di sebelah Barat Batu Area, dan di
sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Lumajang, menyebabkan banyaknya
keberadaan air terjun, baik yang sudah dikelola sebagai obyek wisata maupun
yang masih perawan. Petualangan saya bersama sobat blakrak-an kali ini adalah
explorasi air terjun atau di Jawa Timur lebih dikenal dengan sebutan Coban. Pilihan
kami adalah Coban Kaca yang terletak di Desa Oro-Oro Ombo, Dusun Dresel,
lokasinya di sebelah utara Coban Rais (Coban Rais bukan Batu Flower Garden,
karena biasanya orang menyebut area wisata Batu Flower Garden dengan sebutan
Coban Rais). Coban Kaca belum dikomersialkan, karena aksesnya masih sangat
sulit, meskipun jika dipaksakan, sepeda motorpun bisa, namun terlalu berbahaya,
karena dibeberapa bagian jalannya sangat sempit dan rawan longsor, sementara
jurang dibawahnya sangat dalam. Air terjunnya tidak begitu tinggi, menurut
perkiraan saya tidak lebih 40 meter, debit airnya tidak besar, tapi meskipun
begitu air terjunnya sangat indah karena jatuhnya air sungai tidak langsung
kebawah, melainkan tertahan batu berundak sehingga airnya memercik dan jatuh
kebawah dalam bentuk butiran2 kecil yang menjadikannya sangat elok, dan saat
tertimpa matahari akan terlihat semakin indah.
Peserta blakrak-an kali ini pada Sabtu 27 Juni 2020 cukup
banyak, kami berdelapan, peserta tetap saya Pak We, mas Boiy, Pak Dhe mBeng,
pak Arifin yang mulai menikmati kumpul blakrak-an dengan kami bertiga, ditambah
pak Fath, pak Hari, pak Anang dan mas Insan anggota termuda yang suka
ditinggalin dibelakang sama Opa-Opa above fifty. Tikum kali ini di depan
Gerbang Universitas Brawijaya yang selalu tertutup di ujung Jembatan SoeHat.
Appointment pukul 06.00 ternyata molor hingga pukul 6.30. Dari UB, menyusuri
jalan MT Haryono sampai Taman Rekreasi Sengkaling, kira2 1 km didepan, kami
potong kompas masuk jalan Martorejo, setelah itu kami memilih lewat jalan Raya
Junrejo yang lebih landai dibanding jalan Hasanudin, masuk Jalibar sampai ke
Area Wisata Batu Flower Garden. Rute jalan asphalt tersebut kami lalui
sepanjang 15.5 Km dengan tanjakan yang menguras banyak tenaga antara Junrejo –
Dressel.
Akses ke coban Kaca kami mulai dari pintu masuk area
wisata Batu Flower Garden, diatas area parkir, setelah habis jalan asphalt kami
ambil jalan tanah menuju hutan yang banyak ditanami rumput Afrika yang disini
dikenal dengan sebutan Kolonjono. Track tanah yang masih kontinue menanjak,
istilahnya mas Boiy ketemu TANTE “Tanjakan Terus” dan gak pernah jumpa JANDA
“Jalan Datar”. Pada etape ini kami lebih banyak TTS “Tuntun-Tuntun Sepeda” dari
pada gowes, sampai akhirnya ada tanda “Motor Trail Dilarang Masuk”, kami ikuti
jalan yang sudah dipaving selebar 30 cm sampai mendekati lokasi coban. Sepanjang
perjalanan kami berpapasan dengan warga kampung yang pulang dari kerja bakti
membersihkan semak belukar di lokasi Coban dan sepanjang jalan menuju Coban,
mungkin karena selama pandemi Corona ditutup dan akibat musim hujan vegetasi
liarnya banyak menutup jalan, sehingga untuk kenyamanan pengunjung yang sudah
mulai diperbolehkan masuk dibersihkanlah tanaman liar tersebut. Untuk mencapai
Coban kami harus angkat2 sepeda menyeberangi sungai yang menampung aliran air
dari coban Kaca. Di dekat banner “Selamat Datang di Wana Wisata Coban Kaca”
terdapat coban anak dari coban Kaca, dan setelah kami naik lagi barulah jumpa
Coban Kaca yang sebenarnya. Jarak dari Batu Flower Garden ke coban Kaca
sebenarnya tidak lebih dari 4 km, namun tenaga kami sudah habis saat jumpa
TANTE di track asphalt sepanjang 15.5 Km dari rumah menuju Batu Flower Garden,
sehingga untuk menaklukkan track offroad yang pendek tersebut luar biasa
capeknya.
Masing2 kami langsung memilih tempat duduknya sendiri2 di
bongkahan batu besar yang tertata seperti kursi untuk meredakan lelah disekujur
kaki yang sudah tak tertahankan. Pak Dhe mBeng dengan serta merta membuka
thermos kopi, dan menyulut sebatang rokok, yang langsung diikuti oleh pak Anang
dan Saya, sementara anggota termuda mas Insan langsung membuka bekalnya dan
melahapnya dalam hitungan tidak sampai lima menit, terucap dari mulutnya “Saya
capek dan lapar pak, sampai tangan saya ndhredheg”, sontak kami semua tertawa
terbahak-bahak. Udara di ketinggian 1.200an mdpl sangat dingin, ditambah
butiran air seperti embun yang terpercik dari air terjun terperangkap di
cekungan di tempat kami menikmati coban, menjadikan udara semakin terasa dingin.
Setelah masing2 dari kami menuntaskan bekalnya, maka dimulailah sesi pengambilan foto, meskipun old crack tak kalah heboh dengan ABG dalam hal bergaya
“Pose” didepan camera HP, khususnya pak Fath.
Sebelum pulang, datang ide gila dari rajanya tukang
blakrak-an “mas Boiy”, trekking ke atas bukit untuk mencari asal aliran air
yang jatuh di Coban Kaca. Sepeda ditinggal di lokasi coban dan kami semua berdelapan
naik ke bukit mencari asal aliran air coban Kaca. Sebenarnya kami tidak
menemukan jalan setapak naik, namun dengan penuh percaya diri kami sibak semak2
lebat diantara pohon2 besar yang menghalangi jalan kami, pak Dhe mBeng berjalan
di depan sebagai “sukarelawan” membelah semak belukar untuk menyediakan jalan
bagi kami yang dibelakang. Karena saking lebatnya vegetasi membuat kami sangat
susah untuk melewatinya, kondisi tersebut membuat ciut nyali mas Insan dan pak Anang untuk
meneruskan pendakian, wal hasil mereka balik kucing ke lokasi Coban, akhirnya
hanya berenam yang “istiqomah” untuk terus naik. Setelah sekitar 20 menit babat alas tak menemukan jalan, kami putuskan untuk pindah arah melewati tanah
gembur rawan longsor, dengan berpegangan pada batang semak belukar akhirnya
kami dapat menemukan jalan setapak menuju puncak. Kami susuri jalan tersebut
sampai di ketinggian 1.475 mdpl, dari titik ini nampak puncak Panderman sangat
dekat, yang seolah2 setinggi kami berdiri (puncak Panderman di 2.045 mdpl).
Akhirnya kami temukan aliran sungai-nya, ternyata memang hanya sungai kecil
yang debit airnya tidak besar, dan dengan 2 kali lompatan kami sudah berada di
seberang sungai. Kami ikuti terus jalan setapak sempit disisi tebing, sampai
akhirnya kami lihat teman kami yang tinggal di coban nampak dari atas terlihat
sangat kecil. Setelah kurang lebih satu jam kami sudah berada kembali di lokasi
coban Kaca dimana teman kami menunggu, check amazfit saya tertera angka 4.5 km
kami memutari bukit tersebut. Kali ini combining Cycling & Trekking yang
tidak direncanakan, hanya karena keusilan MB saja yang menyebabkan CyTrek
terjadi.
Rupanya pak Anang dan mas Insan sangat kedinginan di
lokasi coban menunggu kami selama satu jam, waktu sudah menunjukkan pukul 13.24,
sehingga cepat2 kami berkemas untuk melanjutkan perjalanan pulang. Karena arah
pulang didominasi oleh track menurun, maka tidak sampai 15 menit kami sudah
sampai di Batu Flower Garden. Kami menunaikan sholat Dhuhur di mushalla yang
terletak di bawah Batu Flower Garden berjarak sekitar 200 meter. Setelah sholat
kami duduk2 di teras mushalla, nampak kota Malang terlihat jelas dari posisi
kami duduk, bisa dibayangkan betapa indahnya pemandangan ini diwaktu malam hari.
Jika saat berangkat average speed hanya 7 km/jam, maka saat pulang rata2
kecepatan kami bisa 12 km/jam bahkan top speed di jalibar dan tlekung mencapai
52 km/jam. Akhirnya kami berpisah di tikum pagi tadi, di depan gerbang
Universitas Brawijaya diujung jembatan SoeHat, mas Insan dan saya belok ke kiri,
sementera 6 rekans lainnya lurus melalui jalan Mayjend Panjaitan, berbarengan
dengan adzan Ashar saya sampai di depan pagar
rumah Cengger Ayam Dalam.
Blakrak-an kali ini menempuh total jarak hampir 40 Km,
dengan track offroad sepanjang kurang
lebih 8 km. Meski capek ini butuh waktu 2 hari recovery, yang pasti hepi,
apalagi kali ini pesertanya cukup banyak, sehingga lebih meriah. Setiap
aktifitas gowes kami, selalu direncanakan dengan tema yang berganti-ganti
sehingga selalu saja ada pengalaman baru yang berbeda. Salah satu tips untuk
gowes blakrak-an adalah semua anggotanya harus bisa menikmati susahnya
menaklukan track dengan berbagai kondisi, alias “no complain under any circumstances”,
karena bisa saja ketemu TANTE dan tak jumpa JANDA, bisa pula kesasar dan
baliknya mendaki, atau melewati vegetasi lebat yang mana sepeda harus dipanggul,
dan masih banyak lagi rintangan hutan yang menghadang. Finally, thanks to all brothers yang join pada kesempatan kali ini, kita
mainkan tema baru untuk gowes selanjutnya, see you soon.
Salam 2rodaMTB
Salam 2rodaMTB
0 comments:
Post a Comment