Saturday, June 27, 2020

CYTREK COBAN KACA


Banyaknya pegunungan dan aliran sungai di wilayah malang raya, sebelah timur di wilayah Tumpang Area, di sebelah Barat Batu Area, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Lumajang, menyebabkan banyaknya keberadaan air terjun, baik yang sudah dikelola sebagai obyek wisata maupun yang masih perawan. Petualangan saya bersama sobat blakrak-an kali ini adalah explorasi air terjun atau di Jawa Timur lebih dikenal dengan sebutan Coban. Pilihan kami adalah Coban Kaca yang terletak di Desa Oro-Oro Ombo, Dusun Dresel, lokasinya di sebelah utara Coban Rais (Coban Rais bukan Batu Flower Garden, karena biasanya orang menyebut area wisata Batu Flower Garden dengan sebutan Coban Rais). Coban Kaca belum dikomersialkan, karena aksesnya masih sangat sulit, meskipun jika dipaksakan, sepeda motorpun bisa, namun terlalu berbahaya, karena dibeberapa bagian jalannya sangat sempit dan rawan longsor, sementara jurang dibawahnya sangat dalam. Air terjunnya tidak begitu tinggi, menurut perkiraan saya tidak lebih 40 meter, debit airnya tidak besar, tapi meskipun begitu air terjunnya sangat indah karena jatuhnya air sungai tidak langsung kebawah, melainkan tertahan batu berundak sehingga airnya memercik dan jatuh kebawah dalam bentuk butiran2 kecil yang menjadikannya sangat elok, dan saat tertimpa matahari akan terlihat semakin indah.

Peserta blakrak-an kali ini pada Sabtu 27 Juni 2020 cukup banyak, kami berdelapan, peserta tetap saya Pak We, mas Boiy, Pak Dhe mBeng, pak Arifin yang mulai menikmati kumpul blakrak-an dengan kami bertiga, ditambah pak Fath, pak Hari, pak Anang dan mas Insan anggota termuda yang suka ditinggalin dibelakang sama Opa-Opa above fifty. Tikum kali ini di depan Gerbang Universitas Brawijaya yang selalu tertutup di ujung Jembatan SoeHat. Appointment pukul 06.00 ternyata molor hingga pukul 6.30. Dari UB, menyusuri jalan MT Haryono sampai Taman Rekreasi Sengkaling, kira2 1 km didepan, kami potong kompas masuk jalan Martorejo, setelah itu kami memilih lewat jalan Raya Junrejo yang lebih landai dibanding jalan Hasanudin, masuk Jalibar sampai ke Area Wisata Batu Flower Garden. Rute jalan asphalt tersebut kami lalui sepanjang 15.5 Km dengan tanjakan yang menguras banyak tenaga antara Junrejo – Dressel.

Akses ke coban Kaca kami mulai dari pintu masuk area wisata Batu Flower Garden, diatas area parkir, setelah habis jalan asphalt kami ambil jalan tanah menuju hutan yang banyak ditanami rumput Afrika yang disini dikenal dengan sebutan Kolonjono. Track tanah yang masih kontinue menanjak, istilahnya mas Boiy ketemu TANTE “Tanjakan Terus” dan gak pernah jumpa JANDA “Jalan Datar”. Pada etape ini kami lebih banyak TTS “Tuntun-Tuntun Sepeda” dari pada gowes, sampai akhirnya ada tanda “Motor Trail Dilarang Masuk”, kami ikuti jalan yang sudah dipaving selebar 30 cm sampai mendekati lokasi coban. Sepanjang perjalanan kami berpapasan dengan warga kampung yang pulang dari kerja bakti membersihkan semak belukar di lokasi Coban dan sepanjang jalan menuju Coban, mungkin karena selama pandemi Corona ditutup dan akibat musim hujan vegetasi liarnya banyak menutup jalan, sehingga untuk kenyamanan pengunjung yang sudah mulai diperbolehkan masuk dibersihkanlah tanaman liar tersebut. Untuk mencapai Coban kami harus angkat2 sepeda menyeberangi sungai yang menampung aliran air dari coban Kaca. Di dekat banner “Selamat Datang di Wana Wisata Coban Kaca” terdapat coban anak dari coban Kaca, dan setelah kami naik lagi barulah jumpa Coban Kaca yang sebenarnya. Jarak dari Batu Flower Garden ke coban Kaca sebenarnya tidak lebih dari 4 km, namun tenaga kami sudah habis saat jumpa TANTE di track asphalt sepanjang 15.5 Km dari rumah menuju Batu Flower Garden, sehingga untuk menaklukkan track offroad yang pendek tersebut luar biasa capeknya.

Masing2 kami langsung memilih tempat duduknya sendiri2 di bongkahan batu besar yang tertata seperti kursi untuk meredakan lelah disekujur kaki yang sudah tak tertahankan. Pak Dhe mBeng dengan serta merta membuka thermos kopi, dan menyulut sebatang rokok, yang langsung diikuti oleh pak Anang dan Saya, sementara anggota termuda mas Insan langsung membuka bekalnya dan melahapnya dalam hitungan tidak sampai lima menit, terucap dari mulutnya “Saya capek dan lapar pak, sampai tangan saya ndhredheg”, sontak kami semua tertawa terbahak-bahak. Udara di ketinggian 1.200an mdpl sangat dingin, ditambah butiran air seperti embun yang terpercik dari air terjun terperangkap di cekungan di tempat kami menikmati coban, menjadikan udara semakin terasa dingin. Setelah masing2 dari kami menuntaskan bekalnya, maka dimulailah sesi pengambilan foto, meskipun old crack tak kalah heboh dengan ABG dalam hal bergaya “Pose” didepan camera HP, khususnya pak Fath.

Sebelum pulang, datang ide gila dari rajanya tukang blakrak-an “mas Boiy”, trekking ke atas bukit untuk mencari asal aliran air yang jatuh di Coban Kaca. Sepeda ditinggal di lokasi coban dan kami semua berdelapan naik ke bukit mencari asal aliran air coban Kaca. Sebenarnya kami tidak menemukan jalan setapak naik, namun dengan penuh percaya diri kami sibak semak2 lebat diantara pohon2 besar yang menghalangi jalan kami, pak Dhe mBeng berjalan di depan sebagai “sukarelawan” membelah semak belukar untuk menyediakan jalan bagi kami yang dibelakang. Karena saking lebatnya vegetasi membuat kami sangat susah untuk melewatinya, kondisi tersebut  membuat ciut nyali mas Insan dan pak Anang untuk meneruskan pendakian, wal hasil mereka balik kucing ke lokasi Coban, akhirnya hanya berenam yang “istiqomah” untuk terus naik. Setelah sekitar 20 menit babat alas tak menemukan jalan, kami putuskan untuk pindah arah melewati tanah gembur rawan longsor, dengan berpegangan pada batang semak belukar akhirnya kami dapat menemukan jalan setapak menuju puncak. Kami susuri jalan tersebut sampai di ketinggian 1.475 mdpl, dari titik ini nampak puncak Panderman sangat dekat, yang seolah2 setinggi kami berdiri (puncak Panderman di 2.045 mdpl). Akhirnya kami temukan aliran sungai-nya, ternyata memang hanya sungai kecil yang debit airnya tidak besar, dan dengan 2 kali lompatan kami sudah berada di seberang sungai. Kami ikuti terus jalan setapak sempit disisi tebing, sampai akhirnya kami lihat teman kami yang tinggal di coban nampak dari atas terlihat sangat kecil. Setelah kurang lebih satu jam kami sudah berada kembali di lokasi coban Kaca dimana teman kami menunggu, check amazfit saya tertera angka 4.5 km kami memutari bukit tersebut. Kali ini combining Cycling & Trekking yang tidak direncanakan, hanya karena keusilan MB saja yang menyebabkan CyTrek terjadi.

Rupanya pak Anang dan mas Insan sangat kedinginan di lokasi coban menunggu kami selama satu jam, waktu sudah menunjukkan pukul 13.24, sehingga cepat2 kami berkemas untuk melanjutkan perjalanan pulang. Karena arah pulang didominasi oleh track menurun, maka tidak sampai 15 menit kami sudah sampai di Batu Flower Garden. Kami menunaikan sholat Dhuhur di mushalla yang terletak di bawah Batu Flower Garden  berjarak sekitar 200 meter. Setelah sholat kami duduk2 di teras mushalla, nampak kota Malang terlihat jelas dari posisi kami duduk, bisa dibayangkan betapa indahnya pemandangan ini diwaktu malam hari. Jika saat berangkat average speed hanya 7 km/jam, maka saat pulang rata2 kecepatan kami bisa 12 km/jam bahkan top speed di jalibar dan tlekung mencapai 52 km/jam. Akhirnya kami berpisah di tikum pagi tadi, di depan gerbang Universitas Brawijaya diujung jembatan SoeHat, mas Insan dan saya belok ke kiri, sementera 6 rekans lainnya lurus melalui jalan Mayjend Panjaitan, berbarengan dengan adzan Ashar saya sampai di depan pagar  rumah Cengger Ayam Dalam.

Blakrak-an kali ini menempuh total jarak hampir 40 Km, dengan track offroad sepanjang  kurang lebih 8 km. Meski capek ini butuh waktu 2 hari recovery, yang pasti hepi, apalagi kali ini pesertanya cukup banyak, sehingga lebih meriah. Setiap aktifitas gowes kami, selalu direncanakan dengan tema yang berganti-ganti sehingga selalu saja ada pengalaman baru yang berbeda. Salah satu tips untuk gowes blakrak-an adalah semua anggotanya harus bisa menikmati susahnya menaklukan track dengan berbagai kondisi, alias “no complain under any circumstances”, karena bisa saja ketemu TANTE dan tak jumpa JANDA, bisa pula kesasar dan baliknya mendaki, atau melewati vegetasi lebat yang mana sepeda harus dipanggul, dan masih banyak lagi rintangan hutan yang menghadang. Finally, thanks to all  brothers yang join pada kesempatan kali ini, kita mainkan tema baru untuk gowes selanjutnya, see you soon.

Salam 2rodaMTB

0 comments:

Post a Comment

resep donat empuk ala dunkin donut resep kue cubit coklat enak dan sederhana resep donat kentang empuk lembut dan enak resep es krim goreng coklat kriuk mudah dan sederhana resep es krim coklat lembut resep bolu karamel panggang sarang semut