Monday, December 17, 2018

Wana Wisata Hutan Jati Blora




Kali ini Biker08 punya gawe Gowes Wanawisata Blora, sebagai penutup kegiatan Touring Luar Kota 2018. Track yang dibidik adalah Hutan Jati di kawasan kabupaten Blora. Bukan tanpa alasan kenapa memilih daerah tersebut, karena ada anggota kami yang berasal dari sana, dan kebetulan kedua orang tuanya masih sugeng (sehat) dan tinggal disana, sehingga akomodasi penginapan dan makan adalah “free of Charge alias No Pay”, he33x…jurus hemat ala biker08. Thanks a lot P. Besut, for your hospitality, jangan kapok ngundang lagi.

Sabtu pagi 15 Desember 2018, satu kendaraan Long Elf dengan kapasitas 16 penumpang dan 1 truck DMax owned by p.Ugeng salah satu anggota kami, siap dengan 15 Bikes loaded. Kira2 jam 7.30 waktu tikum (Kantor Telkom Sawojajar) berangkat menuju Blora. Sepanjang perjalanan, yang namanya GUGOSAE (guyon gojlok2an Sampe Elek) tidak pernah berhenti, periode diam meski sekejap-pun tak mendapat kesempatan sepanjang perjalanan, namun sayangnya “korban” gugosae adalah tuan rumah, sampai2 p. Besut kehabisan kata2 double cover dan diam adalah senjata pamungkasnya. Singkat cerita, sampailah kami di tempat tujuan, di desa Punggur yang berjarak 2 km dari alun2 kota Blora. Setelah sejenak bersilaturahmi dengan bapak-ibunya p.Besut, dan tanpa downloading bikes terlebih dahulu, kami langsung balik ke pusat kota Blora untuk mengabadikan gambar kami dengan latar ikon kota Blora dan tentunya wisata kuliner khas Blora, Sate Blora, Soto Klethuk, Enthung Jati, khususon Sate Kambing-nya luuueeezaaat masbro, kalau penasaran boleh dicoba sendiri.

Keesokan harinya, kami dijamu sarapan pagi pecel pincuk godhong jati, yang bagi orang kota menjadi barang langka, aroma daun jati merebak saat di tumpahkan nasi putih panas diatasnya, semakin merangsang selera makan. Kira2 jam 07.00 kami berangkat menuju tikum ex stasiun kota Blora yang sekarang dialih fungsikan menjadi terminal Ngopi, untuk bertemu dengan komunitas gowes Blora. Kami menyusur jalan Jendral Sudirman yang merupakan akses utama masuk kota Blora dari arah timur, selanjutnya berbelok memasuki jalan Veteran  untuk kemudian memasuki track off-road. Interval pertama yang kami tuju adalah embung Plered yang terletak di dukuh Betet – desa Purworejo – kec. Blora Kota. Embung Plered ini dibangun pemerintah kabupaten Blora dengan tujuan untuk menggalakkan wisata di daerah tersebut, disamping fungsi utama sebagai penampung air dan irigasi pertanian. Namun sayang, niat baik pemerintah daerah untuk meningkatkan perekonomian masyarakat desa, dengan telah ditebarkannya ribuan bibit ikan, kemudian rencana penanaman pohon buah disekitarnya dan pengembangan wisata kuliner, sepertinya hanya sebatas angan-angan, karena sejak diisi air pada awal Januari 2018 sampai dengan kunjungan kami, nampak kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Menurut data statistik, embung tersebut dibangun diareal seluas 5 hektare, memiliki  daya tampung air sebanyak 210.870 meter kubik, dan mampu mengairi lahan pertanian seluas 125 hektare, adapun nilai kontrak pembangunannya sebesar 14M rupiah.

Etape selanjutnya menuju Oil Drilling di desa Semanggi. Yang menarik adalah sumur2 minyak yang ada disana adalah sumur kuno peninggalan zaman kolonial Belanda. Sumur minyak tersebut dikenal dengan sebutan “SUMUR ANGGUK” karena mesin pompanya berbentuk seperti kepala yang mengangguk-angguk. Sepanjang jalan menuju kesana didominasi oleh jalan makadam batu putih dengan kontur naik turun yang lumayan menyiksa paha dan mendorong degup jantung sampai level 150 bpm, ditambah sengatan terik matahari yang serasa memanggang kulit kami. Dikanan kiri dipenuhi hutan jati yang mulai semi daunnya, namun sayang nampaknya banyak hama ulat yang menggerogotinya. Ditengah perjalanan kami beristirahat di warung kopi dukuh setempat untuk menikmati kopi santan kas desa tersebut. Yang membuat kami takjub adalah hampir semua rumah disetiap desa yang kami lalui tersusun dari kayu jati tua. Kerangka atap, dinding, lantai, perabotan rumah tangga semuanya terbuat dari kayu jati kualitas A, dan jika di kota, saya rasa hanya orang kaya saja yang mampu melakukannya. Sekitar jam 11.30 sampailah kami di salah satu sumur angguk di desa Semanggi Kec. Jepon. Acara tebar pesona didepan Digital Phone Camera dimulai, tentunya dengan latar Sumur angguk yang legendaris. Setelah puas berfoto kami bongkar kiriman rangsum menu tradisional : nasi jagung, urap-urap, sambel teri, oseng-oseng enthung jati, telur dadar, tempe ndesa dan tak ketinggalan kerupuk. Selain sumur tua peninggalan Belanda, Pertamina terus mencari sumur2 baru di kawasan ini, salah satunya adalah sumur Banyuasin yang pengeborannya dimulai pada 7 Nopember 2018, dengan kedalaman 2.036 meter, sumur ini diharapkan dapat menghasilkan 150 barel minyak per hari.

Tujuan selanjutnya adalah Jurang Jero, masih tetap track offroad. Untung tak dapat diraih-malang tak dapat ditolak, roda belakang sepeda dedengkot biker08 “PACE” mencium duri, bangga tak dapat digapai – malu tak mampu ditolak, akhirnya Pace bersama sepedanya dengan sangat terpaksa berada diatas Truck DMax yang sedari start mengawal kami. Benar adanya bahwa Tuhan maha pengasih dan penyayang, do’a Pace terjawab,  tidak berapa lama jatuh korban, lik Mentrik alias lik Tris mengalami kram yang cukup parah sehingga tak mampu melanjutkan gowes, jadilah Pace mengendarai sepeda lik Mentrik, maka selamatlah kredibilitas Pace sebagai maskotnya biker08. Lepas dari Jurang Jero, kami melibas aspal mulus jalan raya Randublatung-Blora sampai di titik finish desa Punggur.

Perjalanan kami kali ini menempuh jarak kurang lebih 45 Km dengan waktu tempuh sekitar 7 jam. Alhamdulilah semua berjalan dengan lancar, seluruh anggota sampai titik finish dengan selamat. Bahwa “Setiap Track Yang Berbeda Menawarkan Experience Yang Berbeda” adalah moto kami, maka dimanapun kami gowes dan di track apapun selalu kebahagiaan yang kami bawa pulang sebagai buah tangan, tak ada kata kecewa atau menyesal. Setelah up-loading sepeda dan bersih2 badan, kami berangkat pulang ke Malang sekitar jam 17.20. Demikian yang bisa kami bagi kepada sahabat gowes kali ini, semoga kami masih diberi umur panjang untuk dapat membagi pengalaman gowes berikutnya.

Salam 2rodaMTB

Friday, December 7, 2018

Bromo Classic


Bromo…emang gak ada matinya…

Sudah sekian kali gowes ke Bromo, tapi gak pernah bosan, selalu saja menemukan kenikmatan baru saat jelajah meskipun rutenya sama, karena setiap waktu yang berbeda, alam selalu menawarkan sesuatu yang berbeda pula. Sehingga agak aneh jika ada orang yang tidak mau gowes ke Bromo, karena argument berikut “aku sudah khatam, karena masa sekolahku dulu sudah berpuluh-puluh kali ke Bromo”, seperti kata rekan kami mbah Di.

Pada gowes kali ini kami mengambil rute standar “Bromo Classic” atau sering disebut rute thawaf, karena rutenya mengelilingi Gunung Bromo, dimulai dari Jemlang dan diakhiri di bukit Teletubies, sedangkan dari Teletubies ke Jemplang diangkut truck (sudah agak bosan sorobike…ha33x). Dipilihnya rute classic bukan tanpa alasan, karena ini acara special mengantar rekan kami mbah No yang belum pernah sekalipun gowes track Bromo, selain itu menyambut awal hujan yang sudah rutin mengguyur pasir Bromo, dan untuk menyaksikan hijaunya savana disekeliling lautan pasir.

Saya berangkat dari rumah jam 5.15 menuju kantor Telkom Sawojajar sebagai tikum yang sudah disepakati, diiringi rintik hujan yang tak bosan turun sejak malam hari. Sesampainya di tikum ternyata Pace n David sudah standby mendahului kami. Sayang ada satu rekan  kami mBah Soet yang mendadak tidak bisa turut serta karena sakit (tapi mungkin yang benar adalah karena tidak mendapat SIG alias Surat Ijin Gowes dari kanjeng Mami…wkwkwk). Akhirnya, sekitar pukul 07.00, setelah kelima anggota lengkap dan sepeda sudah rapi diatas Truck-DMax, kamipun berangkat menuju Jemplang dengan diiringi hujan yang lumayan deras.

Alhamdulillah, setelah menempuh kurang lebih 1 jam perjalanan, sampailah kami di Jemplang, dan Alhamdulillah sekali lagi karena cuaca cerah dengan sedikit mendung bergelanyut di awang-awang, semakin pas untuk kegiatan gowes. Namun rupanya David dan Pace belum sarapan, dengan terpaksa semangkuk bakso disantap untuk reserve energy sebelum gowes. Sekitar pukul 08.00, pedal sepeda mulai digenjot, untuk membelah track offroad jemplang-widodaren. Sepanjang perjalanan, rimbun hijau dedaunan menyejukkan mata, kondisi track basah namun tidak becek membuat debu sulit untuk terbang mengganggu hidung kami. Sesampainya di New Zemplang, nampak savana yang menghijau menyelimuti lereng-lereng bukit di kawasan pegunungan Tengger. Tak bosannya kami berfoto, meskipun telah berkali2 take action disitu, apalagi mbah No yang baru pertama kalinya melihat indahnya New Zemplang. Setelah puas take photo dan cycling di track bagian atas gunung Bromo, maka saatnya menikmati track lautan pasir. Hujan membuat pasir bromo cukup padat untuk tidak membuatnya ambles saat roda MTB kami menjejaknya. Gowes kami sangat nyaman, dan tidak menguras energy, ditambah suasana mendung membuat kami tidak merasa kepanasan oleh terik matahari, sehingga botol minum tidak sampai kosong isinya. Istirahat sebentar di Pura Bromo, dan kebetulan pintunya dibuka sehingga kami bisa masuk ke dalam area pura, nampak 4 orang sedang membersihkan timbunan pasir di halaman pura yang tebalnya kira-kira 30 cm, pada areal yang cukup luas. Menurut salah seorang pekerja, mereka sudah bekerja 4 hari membersihkan pasir namun belum juga kelar. Perjalanan dilanjut ke Bukit Teletubies melewati kawasan pasir berbisik, namun sayangnya para pasir tidak ada satu butirpun yang berbisik ke telinga kami, mungkin karena padat oleh air hujan, ditambah angin tidak cukup kuat berhembus. Tak berapa lama, sampailah kami di kawasan bukit Teletubies yang sudah nampak menghijau, namun rumput teletubies yang ujungnya bebulu seperti kapas belum nampak terlihat, mungkin masih perlu beberapa minggu guyuran hujan untuk menghadirkannya. Kami tidak bisa berlama-lama cangkruk di warungkopi, karena bertepatan kami datang, para penjaja warung sudah bersiap-siap melipat dagangannya. Kamipun segera upload sepeda kami keatas DMax yang sudah lama menunggu disitu. Gowes kami kali ini sangat singkat, disamping track tidak terlalu berat, kami juga tidak terlalu banyak menghabiskan waktu untuk beristirahat di spot2 foto, dan akhirnya bersamaan terdengarnya adzan sholat Ashar sayapun sudah sampai dirumah.

Demikian sobat 2rodaMTB, cerita yang bisa kami share pada kesempatan ini, mungkin sebagian besar sobat sudah pernah merasakan track classic ini, dan bagi yang belum dan ingin (bukan seperti mbah Di) bisa kontak kami, jika ada waktu luang dengan senang hati kami siap menemani, hitung2 nambah “paseduluran”.

Salam 2rodaMTB

resep donat empuk ala dunkin donut resep kue cubit coklat enak dan sederhana resep donat kentang empuk lembut dan enak resep es krim goreng coklat kriuk mudah dan sederhana resep es krim coklat lembut resep bolu karamel panggang sarang semut