Saturday, July 18, 2020

PENDAKIAN GUNUNG ANJASMORO VIA CANGAR


Gunung Anjasmoro kurang begitu populer bagi para pecinta alam, tidak seperti Arjuna – Welirang – Penanggungan, meskipun letaknya berdekatan. Keberadaannya menduduki 3 wilayah daerah tingkat II, yakni Kota Batu – Kabupaten Jombang – Kabupaten Mojokerto. Akses pendakian utama adalah dari Wonosalam Jombang, atau ada juga yang menyebut pendakian via Carangwulung, di jalur pendakian ini rutenya sudah tertata rapi dengan beberapa POS interval dan petunjuk arah yang cukup jelas. Target puncak yang dituju melalui rute ini adalah Puncak Cemorosewu dengan ketinggian 2.282 mdpl. Sementara jalur alternatif lainnya adalah dari Cangar Batu, namun jarang ada pendaki yang melalui jalur ini, sehingga sulit menemukan BLOG atau VLOG tentang pendakian Anjasmoro via Cangar bagi yang ingin melihat review-nya sebelum melakukan pendakian, termasuk saya sendiri yang tidak menemukan referensi yang informatif sebagai bekal pendakian di jalur ini. Puncak Anjasmoro dari jalur ini lebih pendek dibanding puncak Cemorosewu, yakni di ketinggian 2.258 mdpl. Sebenarnya banyak puncak-puncak tersembunyi di Gunung Anjasmoro ini yang belum terjamah para pendaki, karena puncaknya seperti tusuk gigi. Tidak seperti Penanggungan, Arjuna, Welirang, Semeru yang puncaknya gersang berbatu, di puncak Anjasmoro ini masih tertutup hutan yang cukup rimbun, sehingga tidak panas terik dan nyaman untuk duduk bersantai berlama-lama.

Karena tidak ada yang mengulas secara jelas jalur pendakian via Cangar, maka seolah2 menjual  tantangan kepada kami yang wajib untuk dibayar cash. Tidak gowes tidak pula trekking, menemukan rute baru  atau paling tidak melalui rute yang belum dikenal banyak orang selalu menjadi magnet atau daya tarik yang luar biasa bagi kami. Akhirnya rencana menaklukkan Gunung Anjasmoro rute Cangar mengalahkan planning kami sebelumnya untuk summit Gunung Bekel dengan jalur melingkar.

Start pendakian dimulai dari bekas pabrik Jamur, di KM 18 jalan Raya Batu – Pacet. Memasuki komplek bekas pabrik jamur tersebut lurus saja sampai menemukan bangunan Villa Pabrik Jamur yang sepertinya sudah tidak pernah dipergunakan dalam waktu cukup lama, kemudian belok kanan kita temukan tempat lapang yang dasarnya terbuat dari semen, lurus saja kemudian belok kanan melalui jalan setapak kecil menuju semak2 (jangan ambil yang lurus). Mengikuti jalan setapak yang cukup lebar dan nyaman untuk berjalan, namun sayangnya kami terhalang pohon tumbang yang telah dipotong2 sehingga menutup jalan setapak kami. Cukup lama kami berhenti disini untuk mencari jalan setapak yang hilang. Perlu sobat pendaki ketahui bahwa semak belukar di jalur pendakian ini sangat lebat, dan menutup jalan setapak sehingga tak nampak oleh mata kita. Karena jalan setapak tidak kami temukan, maka parang yang sudah kami persiapkan dari rumah segera saja berfungsi. Pak Dhe mBeng, sebagai pembuka jalan dengan sigap mengepras setiap semak yang menghalangi jalan kami, terutama tanaman berduri yang kami menyebutnya “rendhet”. Pak Dhe terus mengepras semak belukar yang menghalangi kami sampai jalan setapak kembali kami temukan.

Meskipun jalan setapak sudah kami temukan, namun parang di tangan pak Dhe tidak berhenti untuk terus mengepras semak belukar yang menjadi penghalang jalan kami, sementara saya dan MB mengikuti dari belakang. Akibatnya perjalanan kami menjadi sangat lambat, namun sisi baiknya adalah kami tidak terlalu lelah, meskipun jalur pendakian ini kemiringannya luar biasa, menurut perkiraan saya sekitar 60 derajad. Di beberapa titik rute pendakian, kami temukan pita penanda jalur dari tali rafia yang sudah usang, dan beberapa pita plastik kuning-hitam. Kurang lebih 30 menit sejak menemukan jalan setapak yang hilang, kami kembali kehilangan jejaknya, sempat salah arah meskipun tidak begitu jauh, dan setelah melakukan observasi beberapa saat akhirnya kami temukan jalan setapak menuju atas. Tips bagi sobat pendaki, jika tiba2 kehilangan jalan, sebaiknya explore kesegala penjuru arah mata angin sejauh kira-kira 20 meter untuk menemukan kembali jalan setapak yang menghilang sepenggal. Akhirnya sampailah kami di ketinggian 2.150 mdpl, depan kami adalah jurang yang sangat terjal, kami menyebutnya puncak bayangan dari sisi Cangar.

Babak ketiga rute yang kami jalani adalah rute paling nyaman, trekking menyisir punggung gunung yang dikiri dan kanannya jurang terjal yang sangat dalam, sehingga tidak ada lagi tanjakan terjal dengan kemiringan extreme seperti dibawah. Sepanjang jalur ini kami melewati 3 tempat datar yang bisa dijadikan tempat nge-camp yang lumayan terlindung dari hembusan angin dibanding berkemah di puncak. Rute menyisir punggung Gunung Anjasmoro ini sepanjang kurang lebih 1 Km, diselingi turun lembah kecil 3 kali. Dan akhirnya pada pukul 12.50 sampailah kami di puncak Gunung Anjasmoro rute Cangar, setelah menempuh jarak kurang lebih 4 km, selama 4.5 jam. Tuntas sudah penaklukan Gunung Anjasmoro rute Cangar, yang menurut peta topografi yang berhiaskan garis hachures dari Aplikasi ViewRanger, puncaknya berada di ketinggian 2.254 mdpl.

Sayangnya kabut sangat tebal menyelimuti puncak Anjasmoro, yang muncul sejak kami sampai di ketinggian 2.100 mdpl, sehingga tak nampak gugusan gunung dan bukit yang jika cerah terlihat sangat indah. Namun begitu tetap saja kami merasa senang, berada di ketinggian dan tak ada orang lain selain kami bertiga. Setelah makan, ngopi, dan sholat, kami bersantai cukup lama, sekitar 2 jam menikmati hidup sejenak diatas awan. Akhirnya kami turun pukul 14.54.


Perjalanan turun pastinya akan sangat sulit, mengingat dibanyak lereng, kemiringannya sangat terjal. Kami lalui track yang sama dengan saat pendakian, sampai pada tanda pita terakhir yang kami jumpai, jalan setapak terus menurun, kira-kira 30 meter setelahnya tidak lagi kami temukan jalannya. Hari sudah menunjukkan pukul 16.30, dengan bantuan maps sebetulnya kami bisa memperkirakan arah dengan tepat, dan jarak ke titik start  awal pendakian juga sudah tidak terlalu jauh, ditandai dengan suara kenalpot sepeda motor di jalan sekitar pabrik jamur terdengar sangat jelas, namun tidak ada jalan setapak melainkan kearah jurang.  Cukup lama kami melakukan observasi di titik ini, naik turun pada jalur yang sama sampai 2x yang cukup melelahkan, sampai waktu sudah menunjukkan pukul 17.00. Akhirnya kami putuskan untuk menerobos semak belukar pohon paitan, dengan bantuan tongkat yang dibawa MB dan parangnya Pak Dhe, kami terus maju pantang mundur menerobos rerimbunan semak belukar. Alhamdulillah, setelah kira-kira 30 menit kami menemukan jalan setapak  yang kami lalui saat awal pendakian, perasaan lega langsung menyembul di dada kami. Kira-kira 300 meter dari titik start pendakian terdengar suara Adzan Magrib, dan setelah beberapa saat dari berakhirnya adzan Magrib sampailah kami dititk start pendakian.

Untuk pendakian lewat jalur ini, sangat disarankan menggunakan sepatu trekking, bukan sekedar sneakers, karena kemiringan track pendakian yang sangat terjal sehingga saat turun akan sangat sulit bagi siapa saja jika tidak memakai sepatu yang punya grip baik, seperti halnya yang dialami Pak Dhe, saat pendakian masih aman2 saja, namun ketika perjalanan pulang di track menurun tajam, lebih dari 15 kali jatuh terduduk karena terpeleset tanah yang licin atau dedaunan basah. Jika ingin berlama-lama di puncak, saya anjurkan untuk membawa jaket, karena udara dingin dipuncak akan membuat kita menggigil saat duduk2 berdiam diri tidak melakukan gerakan, alih-alih bersantai menikmati suasana puncak, kita malah sangat tidak nyaman karena kedinginan. Dan karena didalam hutan udara sangat lembab, membuat semak-semak selalu basah, jangan memakai celana dari bahan kanvas yang tebal, karena sulit kering saat terkena dedaunan basah, sebaiknya gunakan celana trekking quick dry. Bawa alat navigasi, karena meskipun jalur pendakian pendek seringkali kita kehilangan track pendakian karena lebatnya vegetasi hutan, atau paling mudah dan aman didampingi guide pendakian.

Semoga sekilas tulisan ini bisa menjadi pedoman yang cukup bermanfaat bagi sobat pendaki. Sampai jumpai di jalur pendakian yang lain.

Akhirnya salam 3angleTOP

3 comments:

  1. Mantul..
    Gara2 Anjasmoro sampai rumah batuk pilekq kok wis ilang alias waras OPO gara2 gawe clono kanfas sepatu pesta Iku yo sampek badan nggigil... Hahaha mantan Anjasmoro... ta tunggu etape berikutnya p.We. Next...

    ReplyDelete
  2. Selalu ada feel yang berbeda saat muncak ke gunung ... apalagi daerah yang sangat jarang dilalui orang. Elang yang sangat besar terbang diatas seolah memberi ucapan selamat datang ,ditambah kabut tebal dan vegetasi yang rapat menjadikan pendakian ini terasa seperti pemeran film horor. Thanks ditunggu hiking di lain jalur.

    ReplyDelete
  3. Ga ada pacet, beda dg peg. Hutan Lindung Megamendung 1500-2000 mdpl. Ditanggung 50+ nempel (anehnya) jenis warna warni

    ReplyDelete

resep donat empuk ala dunkin donut resep kue cubit coklat enak dan sederhana resep donat kentang empuk lembut dan enak resep es krim goreng coklat kriuk mudah dan sederhana resep es krim coklat lembut resep bolu karamel panggang sarang semut